Selasa, 16 Mei 2017

muhammadiyah sebagai gerakan tarjid dan tajdid kuliah study islam 2

Muhammadiyah Gerakan Berwatak Tajrid dan Tajdid



Description: C:\Users\isti\Downloads\Logo-UMP-HitamPutih.jpg
 













Disusun oleh :
1.      Irsyad Nurohman                    1501050029
2.      Tiara Nur’Aeni S                     1501050030
3.      Primandita Rahmaningtias      1501050031
4.      Amanda Kurnia Bintari          1501050033
5.      Fauzan Hanif                          1501050034






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan Rahmat-Nya agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad, menyimpan banyak masalah yang perlu diteliti baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan, maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang tajrid dan tajdid , disusun oleh penyusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas  mata kuliah Studi Islam 2. Dengan kesabaran serta keuletan yang kami hadapi Alhamdulillah makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu berkat kerja keras kelompok kami.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca khususnya para mahasiswa.


Purwokerto, Maret 2017


Penyusun












BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Persyarikatan Muhammadiyah yang melintasi perjalanan usia satu abad senantiasa bersinggungan dan memiliki kaitan dengan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat manusia saat ini, baik dalam lingkup nasional maupun global, termasuk di dalamnya dinamika kehidupan umat Islam. Posisi Muhammadiyah dalam dinamika dan permasalahan kehidupan nasional, global, dan dunia Islam sebagaimana digambarkan di atas dibingkai dan ditandai dengan lima peran yang secara umum menggambarkan misi Persyarikatan. Kelima peran tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid terus mendorong tumbuhnya gerakan pemurnian ajaran Islam dalam masalah yang baku (al-tsawabit) dan pengembangan pemikiran dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang menitikberatkan aktivitasnya pada dakwah amar makruf nahi munkar.    Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dengan semangat tajdid yang dimilikinya terus mendorong tumbuhnya pemikiran Islam secara sehat dalam berbagai bidang kehidupan. Pengembangan pemikiran Islam yang berwatak tajdid tersebut sebagai realisasi dari ikhtiar mewujudkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-alamin yang berguna dan fungsional bagi pemecahan permasalahan umat, bangsa, negara, dan kemanusiaan dalam tataran peradaban global. Ketiga, sebagai salah satu komponen bangsa, Muhammadiyah bertanggung jawab atas berbagai upaya untuk tercapainya cita-cita bangsa dan Negara Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Konstitusi Negara.  Keempat, sebagai warga Dunia Islam, Muhammadiyah bertanggung jawab atas terwujudnya kemajuan umat Islam di segala bidang kehidupan, bebas dari ketertinggalan, keterasingan, dan keteraniayaan dalam percaturan dan peradaban global. Kelima, sebagai warga dunia, Muhammadiyah senantiasa bertanggungjawab atas terciptanya tatanan dunia yang adil, sejahtera, dan berperadaban tinggi sesuai dengan misi membawa pesan Islam sebagai rahmatan lil-alamin.
B.     Rumusan Masalah
  1. Pengertian Tajrid dan Tajdid ?
  2. Bagaimana watak Muhammadiyah sebagai gerakan Tajrid dan Tajdid ?
  3. Bagaimana model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah ?
  4. Bagaimana model keagamaan Muhammadiyah ?
  5. Bagaimana gerakan Tajdid pada 100 tahun pertama ?
  6. Bagaimana gerakan Tajdid pada 100 tahun kedua ?
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Tajrid dan Tajdid.
  1. Pengertian Tajrid
Istilah Tajrid berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan, Pelepasan atau pengambil alihan (Atabik Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti pemurnian. Istilah ini, tidak se populer ketika menyebut istilah tajdid, sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang bersifat khusus. Dalam ibadah kita tajrid, hanya mengikuti Nabi Muhammad saw dan tidak  ada pembaharuan. Sedang dalam muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.
  1. Pengertian Tajdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui atau menjadikan baru. Kata ini pula bentukan dari kata jadda, yajiddu, jiddan/jiddatan, artinya sesuatu yang ternama, yang besar, nasib baik dan baru. Bisa juga berarti membangkitkan, menjadikan, (muda, tangkas, kuat). Dapat pula berarti memperbaharui, memperpanjang izin, dispensasi, kontrak. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan, modernisasi atau restorasi. Orang yang melakukan pembaruan disebut mujaddid. Sedangkan istilah modernis (Inggris) atau modernisasi (Indonesia) atau pembaruan, dalam Islam, diartikan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa yang dimaksud dengan Islam modernis adalah faham keislaman yang didukung oleh sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan hukum-hukum Tuhan baik yang terdapat dalam al-Qur’an (wahyu tertulis) maupun dalam alam raya berupa sunnatullah (wahyu yang tidak tertulis).





  1. Watak Muhammadiyah sebagai gerakan Tajrid dan Tajdid
Dalam Muhammadiyah kekuatan tajdidnya terletak pada upaya menjaga keseimbangan (tawazun) antara purifikasi dan dinamisasi, sesuai dengan bidangnya. Kalau kesimbangan ini goyah, maka tajdid menjadi kurang sempurna dan sulit disandingkan dengan perkembangan zaman. Selama ini Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan modern yang telah melakukan perubahan dalam kehidupan keagamaan, sosial, budaya, dan politik. Selain itu, tajdid dalam pandangan Muhammadiyah merupakann salah satu bentuk implementasi  nilai ajaran Islam setelah meninggalnya Nabi. Munculnya Gerakan tajdid sebagai jawaban terhadap tantangan kemunduran yang dialami dan atau tantangan terhadap kemajuan oleh kaum muslimin. Juga didasarkan pada landasan teologis yang menyebutkan perlunya pembaruan setiap seratus tahun.

  1. Model Tajrid dan Tajdid Muhammadiyah
  1. Model-model Tajrid Muhammadiyah.
a.       Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan
bid’ah. Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri dan tahlil dengan menggunakan lafal Islam.
                   Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara selamatan, dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran, khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti nama, dan sejenisnya. Namun, diantara macam-macam selamatan yang paling menonjol adalah selamatan kematian, yaitu terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,seratus hari, dan kahul. Selamatan ini selalu diringi dengan membaca tahlil sebagai cara mengirim do’a kepada si mayit.
                   Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa adalah penghormatan kuburan orang-orang suci, sambil meminta do’a restu, jimat, benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan ghaib yang mampu melindungi.
                   Realitas sosio-agama yang dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad Dahlan melakukan pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya.
  1. Model-model Tajdid Muhammadiyah.
Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang didirikan, hasilnya kongkrit dapat dirasakan  dan dimanfaatkan oleh umat Islam, bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Suburnya amal saleh di lingkungan aktivis Muhammadiyah ditujukan kepada komunitas Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam rangka rahmatan lil alamin.
Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari keterbukaan tersebut, Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan dan kemajuan di sekitar kita. Dari sekian amal usahanya, rumah sakitnya misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun. Sekolah sampai kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa, maka yang menjadi nasabah, partner dan komsumennya pun bisa siapa saja yang membutuhkan.
Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan cita-cita Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang berkemajuan, juga Islam yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai pemecah masalah-masalah (problem solv), temasuk masalah kesehatan,pendidikan, dan masalah sosial ekonomi.
Dengan Demikian model Tajdid  dibagi dalam tiga bidang, yaitu :
1)      Bidang keagamaan
      Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain. Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah.
Dalam masalah akidah muhammadiyah bekerja untuk tegaknya akidah islam yang murni, bersih dari gejala kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha permurnian yang dilakukan muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak dari serapan berbagai unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu
Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelumnya mengarah tepat ke arah barat.
2)      Bidang pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi.
Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu
a.       Segi cita-cita
Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b.      Segi teknik pengajaran
            Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan tradisonal, muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri. Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama didalamnya, sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah juga telah mempebaharui pendidika tradisional non formal yaitu pengajian. Dimana yang semula pengajarnya hanya mengajar ngaji dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian di sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari.
Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan mungkin bersifat pribadi.
3)        Bidang sosial masyarakat
Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di tahun 1923. Perhatian terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim, sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un 107: 1-7
Yang artinya “ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang berbuat riya dan enggan(menolong dengan) barang berguna.”.
  1. Model Keagamaan Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah adalah organisasi peregerakan. Daya juang para kader organisasi dalam mendalami dunia dakwah demi tersebarnya syariat-syariat Islami merupakan sebuah isyarat bahwa gerakan Muhammadiyah telah menembus batas tradisi dan budaya, khususunya di Indonesia, tempat dimana organisasi ini berkembang dan mewujud. Setiap kader dituntut agar bergerak dinamis, dapat menjiwai nilai-nilai organisasi dan khatam secara idiologi Muhammadiyah.
Secara harfiah terdapat perbedaan antara kata “gerak”, gerakan dan pergerakan. Gerak sendiri merupakan perubahan suatu materi dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Sedangkan gerakan berarti perbuatan atau keadaan bergerak, dan pergerakan adalah usaha atau kegiatan. Pergerakan identik dengan kegiatan dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau pergerakan mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis dan statis. (Q.S.3:104). “perubahan/change”, yakni kehadirannya untuk melakukan perubahan tertentu baik yang evolusioner maupun revolusioner. Gerakan sosial kemasyarakatan adalah suatu bentuk kolektif berkelanjutan yang mendorong atau menghambat perubahan dalam masyarakat atau organisasi yang merupakan bagian dari masyarakat tersebut

  1. Gerakan Tajdid pada 100 Tahun Pertama
Pada permulaan abad XX umat Islam Indonesia menyaksikan munculnya gerakan pembaharuan pemahaman dan pemikiran Islam yang pada esensinya dapat dipandang sebagai salah-satu mata rantai dari serangkaian gerakan pembaharuan Islam yang telah dimulai sejak dari Ibnu Taimiyah di Siria, diteruskan Muhammad Ibnu Abdul Wahab di Saudi Arabia dan kemudian Jamaluddin al Afghani bersama muridnya Muhammad Abduh di Mesir. Munculnya gerakan pembaharuan pemahaman agama itu merupakan sebuah fenomena yang menandai proses Islamisasi yang terus berlangsung. Dengan proses Islamisasi yang terus berlangsung -meminjam konsep Nakamura- dimaksudkan suatu proses dimana sejumlah besar orang Islam memandang keadaan agama yang ada, termasuk diri mereka sendiri, sebagai belum memuaskan. Karenanya sebagai langkah perbaikan diusahakan untuk memahami kembali Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka anggap sebagai standard Islam yang benar.
Peningkatan agama seperti itu tidak hanya merupakan pikiran-pikiran abstrak tetapi diungkapkan secara nyata dan dalam bentuk organisasi-organisasi yang bekerja secara terprogram. Salah satu organisasi itu di Indonesia adalah Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 Nopember 1912 M.
KH. Ahmad Dahlan yang semasa kecilnya bernama Muhammad Darwis dilahirkan di Yogyakarta tahun 1968 atau 1969 dari ayah KH. Abu Bakar, Imam dan Khatib Masjid Besar Kauman, dan Ibu yang bernama Siti Aminah binti KH. Ibrahim penghulu besar di Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan kemudian mewarisi pekerjaan ayahnya menjadi khatib masjid besar di Kauman. Disinilah ia melihat praktek-praktek agama yang tidak memuaskan di kalangan abdi dalem Kraton, sehingga membangkitkan sikap kristisnya untuk memperbaiki keadaan.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan oleh Dahlan pada mulanya bersifat lokal, tujuannya terbatas pada penyebaran agama di kalangan penduduk Yogyakarta. Pasal dua Anggaran Dasarnya yang asli berbunyi (dengan ejaan baru):
Maka perhimpunan itu maksudnya :
a.  Menyebarkan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residentie Yogyakarta.
b.   Memajukan hal Agama Islam kepada anggota-anggotanya.
Berkat kepribadian dan kemampuan Dahlan memimpin organisasinya, maka dalam waktu singkat organisasi itu mengalami perkembangan pesat sehingga tidak lagi dibatasi pada residensi Yogyakarta, melainkan meluas ke seluruh Jawa dan menjelang tahun 1930 telah masuk ke pulau-pulau di luar Jawa.
Misi utama yang dibawa oleh Muhammadiyah adalah pembaharuan (tajdid) pemahaman agama. Adapun yang dimaksudkan dengan pembaharuan oleh Muhammadiyah  ialah yang seperti yang dikemukakan M. Djindar Tamimy: Maksud dari kata-kata “tajdid” (bahasa Arab) yang artinya “pembaharuan” adalah mengenai dua segi, ialah dipandang dari pada/menurut sasarannya :
Pertama    :   berarti pembaharuan dalam arti mengembalikan kepada keasliannya/kemurniannya, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai soal-soal prinsip perjuangan yang sifatnya tetap/tidak berubah-ubah.
Kedua       :    berarti pembaharuan dalam arti modernisasi, ialah bila tajdid itu sasarannya mengenai masalah seperti: metode, sistem, teknik, strategi, taktik perjuangan, dan lain-lain yang sebangsa itu, yang sifatnya berubah-ubah, disesuaikan dengan situasi dan kondisi/ruang dan waktu.
Tajdid dalam kedua artinya, itu sesungguhnya merupakan watak daripada ajaran Islam itu sendiri dalam perjuangannya.
Dapat disimpulkan bahwa pembaharuan itu tidaklah selamanya berarti memodernkan, akan tetapi juga memurnikan, membersihkan yang bukan ajaran.
Muhammadiyah adalah gerakan keagamaan yang bertujuan menegakkan agama Islam ditengah-tengah masyarakat, sehingga terwujud masyarakat Islam sebenar-benarnya.
Islam sebagai agama terakhir, tidaklah memisahkan masalah rohani dan persoalan dunia, tetapi mencakup kedua segi ini. Sehingga Islam yang memancar ke dalam berbagai aspek kehidupan tetaplah merupakan satu kesatuan suatu keutuhan. Pembaharuan Islam sebagai satu kesatuan inilah yang ditampilkan Muhammadiyah itu sendiri. Sehingga dalam perkembangan sekarang ini Muhammadiyah menampakkan diri sebagai pengembangan dari pemikiran perluasan gerakan-gerakan yang dilahirkan oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai karya amal shaleh.

  1. Gerakan Tajdid pada 100 Tahun Kedua
Tantangan yang dihadapi Muhammadiyah pada abad pertama usianya  pasti berbeda dari  abad kedua usianya, meskipun kontinuitasnya antara keduanya tetap ada. Untuk itu, Paradigma, Model, dan Strategi Tajdidnya juga harus disesuaikan dengan perkembangan terbaru discourse keislaman baik dalam teori maupun praktek. 
            Muhammadiyah harus melakukan upaya pembaharuan from within, yang meliputi strategi pembaharuan gerakan pendidikan yang selama ini digelutinya, mengenal dengan baik dan mendalam metode dan pendekatan kontemporer terhadap studi Islam dan Keislaman era klasik dan lebih-lebih era kontemporer, mendekatkan dan mendialogkan Islamic Studies dan Religious Studies, bersikap inklusif terhadap perkembangan pengalaman dan keilmuan generasi mudanya, terbuka, mengenalkan dialog antar budaya dan agama di akar rumput, memahami Cross-cultural Values dan multikulturalitas, dalam bingkai fikih NKRI, dan begitu seterusnya.
            Tanpa menempuh langkah-langkah tersebut, gerakan pembaharuan Islam menuju ke arah terwujudnya Masyarakat dan Peradaban Utama di tanah air ini, tentu akan mengalami kesulitan bernapas dan kekurangan oksigen untuk menghirup dan merespon isu-isu sosial-keagamaan global dan isu-isu peradaban Islam kontemporer.
             Untuk konteks keindonesiaan, Ikon perjoangan meraih “Islam yang berkemajoean” sepertinya tetap menarik untuk diperbincangkan dan didiskusikan sepanjang masa. Dengan begitu kontinuitas dan kesinambungan perjoangan antara generasi abad pertama dan generasi penerus abad kedua masih terpelihara, sebagaimana dicanangkan dan dipesankan oleh founding fathers Muhammadiyah terdahulu.
            Dalam memasuki fase kedua gerakannya, yakni memasuki abad kedua perjalanan sejarah Muhammadiyah, sudah tinggi waktu dan kesempatan untuk melakukan pembaruan paradigma tajdid di tubuh persyarikatan ini. Kodifikasi dan konsensus tajdid yang terpadu atau eklektik antara purifikasi dan dinamisasi dapat menjadi titik tolak bagi transformasi paradigma tajdid Muhammadiyah. Selain tidak akan terjebak pada ekstrimitas yang radikal baik ke arah “radikal kiri” maupun “radikal kanan” dalam pemikiran Islam, transformasi tajdid yang bercorak purifikasi dan dinamisasi sekaligus memberikan jalan keluar atau solusi untuk melakukan rancang bangun tajdid jilid kedua bagi Muhammadiyah saat ini dan ke depan dalam usianya yang memasuki satu abad menuju era baru abad berikutnya.
Dalam transformasi orientasi tajdidnya, Muhammadiyah di satu pihak tidak terjebak pada pemurnian semata minus pembaruan, sebaliknya pembaruan tanpa peneguhan, sehingga terdapat ruang untuk transformasi atau perubahan secara seimbang antara pemurnian dan pengembangan atau antara peneguhan dan pencerahan. Namun paradigma dan strategi yang eklektik atau tengahan seperti itu jika dibiarkan sekadar normatif belaka  maka hanya akan indah di ranah teori atau klaim tetapi sering tidak aktual atau mewujud dalam kenyataan secara jelas dan tegas. Jika tanpa rancang-bangun yang jelas tajdid purifikasi dan dinamisasi bahkan dapat melahirkan kecenderungan kehilangan dua-duanya, yakni tidak pemurnian sekaligus tidak pembaruan. Di sinilah pentingnya transformasi paradigmatik  dalam orientasi  tanjdid purifikasi plus dinamisasi atau dinamisasi plus purifikasi dalam gerakan Muhammadiyah.
Dalam penyusunan rancang-bangun paradigma tajdid yang integratif atau eklektik antara purifikasi dan dinamisasi, Muhammadiyah diperlukan penyusunan agenda-agenda strategis yang sifatnya menyusun ulang bangunan konseptual yang selama ini telah dimiliki Muhammadiyah dengan keberanian untuk mengambil keputusan tanpa sering terjebak pada sikap mauquf. Jika sejumlah hal mauquf terus maka akan ada kevakuman atau stagnasi dalam gerakan, kendati sikap kehati-hatian itu tetap diperlukan. Namun hati-hati terus menerus tanpa berani mengambil keputusan maka akan menjadi agenda yang tidak berkesudahan, padahal Muhammadiyah harus terus bergerak menghadapi masalah-masalah dan tantangan-tantangan baru. Dua materi strategis dapat diselesaikan dalam Muhammadiyah menyangkut fondasi pemikiran yang fundamental dalam gerakan Islam ini. Pertama, menyelesaikan atau memulai kembali penyusunan buku Risalah Islamiyah yang berisi tentang Islam dalam berbagai aspeknya yang menjadi pandangan resmi Muhammadiyah. Tanpa memiliki pandangan yang substantif dan komprehensif mengenai Islam maka akan sering terjadi tarik-menarik pandangan dalam Muhammadiyah mengenai hal-hal yang fundamental mengenai aspek-aspek ajaran Islam. Materi dalam al-Masail al-Khamsah (Masalah Lima) mengenai mâ hua al-din (apa itu agama), Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan berbagai rumusan resmi lainnya dapat menjadi dasar bagi perumusan Risalah Islam dalam pandangan Muhammadiyah. Dalam Risalah Islam itu dibahas dan dijelaskan pula secara komprehensif mengenai pandangan Islam tentang perempuan, sehingga menghasilkan pandangan yang substantif, mendalam,  dan luas dari Muhammadiyah. Perumusan dan elaborasi Risalah Islam yang komprehensif sekaligus dapat menjadi jawaban atas keperluan Muhammadiyah untuk memberi substansi atas slogan al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah sebagaimana selama satu abad perjalanannya telah menjadi ikon sekaligus tema gerakan yang nyaring. Warga Muhammadiyah memerlukan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai isi dan metodologi tentang apa, kenapa, dan bagaimana caranya harus Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah (yang maqbulah). Jika Muhammadiyah telah meneguhkan dirinya sebagai Gerakan Islam, maka Islam yang seperti apa yang diyakini, dipahami, dan diamalkan oleh Muhammadiyah. Pokok-pokok pikiran tentang Islam sebagaimana terkandung dalam al-Masail al-Khamsah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah, Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dan sebagainya merupakan materi awal dan pokok untuk kepentingan perumusan dan penyusunan Risalah Islam tersebut. Umat Islam lain dan pihak luar juga dapat memiliki rujukan yang jelas apa dan bagaimana sebenarnya pandangan Muhammadiyah tentang Islam yang bersifat komprehensif.
Kedua, mengembangkan konsep secara tuntas dan luas tentang Manhaj Tarjih mengenai tiga pendekatan dalam memahami Islam yaitu bayani, burhani, dan irfani. Pengembangan yang bersifat elaborasi terhadap manhaj tarjih tersebut sangat diperlukan untuk memperluas cakrawala metodologis dalam pengembangan pemikiran Islam di lingkungan Muhammadiyah. Dengan paradigma purifikasi dan dinamisasi maka pengembangan atau elaborasi pendekatan bayani, burhani, dan irfani akan menghasilkan konstruksi metodologis yang jelas dan luas dari manhaj tarjih. Jangan biarkan di antarea warga Muhammadiyah terjebak pada logika saling sesat-menyesatkan tanpa ilmu hanya karena kehilangan pegangan dan perspektif mengenai metodologi pemikiran Islam yang dipedomani dalam Muhammadiyah. Elaborasi metodologi bayani, burhani, dan irfani juga diperukan agar diperoleh pedoman yang jelas sekaligus menyelesaikan kontroversi pada masing-masing pendekatan. Ketiga pendekatan yang bersifat integratif tersebut (bayani, burhani, irfani) sebenarnya dapat memecahkan atau merupakan jalan keluar dari kebuntuan atau ekstrimitas yang selama ini menjadi bagian yang dianggap krusial dalam dunia pemikiran Muhammadiyah antara garis ekstrem kelompok radikal-tekstual versus radikal-kontekstual atau kategori lain yang sejenis yang saling berlawanan secara diametral. Langkah yang diperlukan ialah pertama melakukan teoritisasi di mana ketiga pendekatan tersebut ditarik ke level epistemologi agar manhaj Tarjih, Tajdid, dan Pemikiran Islam dalam Muhammadiyah memiliki bangunan epistemologis yang kokoh dan berada dalam paradigma perspektivisme (banyak perspektif, tidak tunggal) baik yang terintegrasi dengan ilmu-ilmu Islam klasik maupun kontemporer. Kedua, elaborasi metodologis, yakni menurunkan kerangka berpikir pada ketiga pendekatan tersebut ke dalam berbagai cara berpikir (metode) yang lebih detail terutama ketika menjelaskan dimensi-dimensi ajaran Islam seperti aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat-dunyawiyah pada tataran praksis. Dengan demikian diperoleh perspektif pengembangan pemikiran Islam yang komprehensif dan memiliki landasan yang kokoh dalam ajaran Islam.
Ketiga, mengagendakan tajdid di bidang dakwah, organisasi, amal usaha, pengembangan kader dan anggota, dan berbagai model aksi gerakan agar Muhammadiyah tampil menjadi gerakan Islam yang unggul dan bergerak di garis depan dalam dinamika kehidupan umat, bangsa, dan perkembangan global. Modsel modernis-reformis perlu dikembangkan menjadi model transformatif yang lebih dinamis, kaya pemikiran, dan langsung ke jantung persoalan-persoalan struktural dan kultural dalam mencari solusi atas masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Muhammadiyah dengan seluruh komponen dan lini organisasinya tidak cukup memadai hanya bertahan dengan strategi dan model gerakan seperti sekarang ini, yang cenderung formalistik, rutin, dan bertahan dengan status-quo yang dimiliki. Muhammadiyah sebagai organisasi dituntut untuk tampil lebih reformis, produktif, emansipatoris, dan partisipatoris di tengah lalulintas dinamika gerakan-gerakan keagamaan dan gerakan-gerakan sosial-kemasyarakatan yang semakin kompetitif saat ini.  Muhammadiyah bahkan perlu memiliki militansi yang lebih kuat agar kebesaran dirinya tidak kalah lincah dan dinamis dari gerakan-gerakan lain di negeri ini, yang dalam bahasa Pak AR Fakhruddin (Allahu yarham) tidak menjadi gajah bengkak yang besar tetapi lambat bergerak.





KESIMPULAN
     Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa tajdid adalah mengembalikan ajaran agama Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena sekarang ini ajaran Islam mengalami penyimpangan dan pencampuran dengan pemahaman yang bukan berasal dari Islam, sedangkan tajrid berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan, pelepasan atau pengambil alihan.
            Tajdid dalam Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam Muhammadiyah  pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh umat Islam.
Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga bidang diantaranya (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran tambahan lain. (b) bidang pendidikan yaitu Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang sangat penting dalam penyebaran ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.













DAFTAR PUSTAKA

-       M. Syamsul Anwar. 2005.  Manhaj Ijtihad/Tajdid dalam Muhammadiyah. dalam Mifedwil Jandra & Safar Nasir. Editor. Tajdid Muhammadiyah untuk Pencerahan Peradaban. Yogyakarta. UAD Press. H. 71
-          http://rafhaulfa.blogspot.com/2016/08/makalah-muhammadiyah-sebagai-gerakan.html
-          http://arifinismail.blogspot.co.id/2011/01/tajrid-kesungguhan.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar